Awalnya kita mendapat tugas dari P.Widi TU untuk menjadi petugas upacara, tugas itu di beritahukan kepada siswa kelas IX H oleh Putri Maura Widyaratri yang diberi pesan oleh P.Widi dengan ekspresi yang membuat penasaran dan membingungkan teman-temannya. semua warga kelas sangat terkejut mendengar tugas tersebut karena biasanya anak kelas IX sudah tidak lagi mendapat tugas menjadi petugas upacara. Mau tak mau kita harus menjalankan tugas tersebut. Karena waktu yang singkat dan kita sangat butuh persiapan, tanpa banyak membuang waktu sang katua kelas Hikmatul Ayu Nisa memilih siapa saja yang akan menjadi petugas upacara.
Dalam pemilihan petugas upacara terjadi perdebatan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Perdebatan itu terjadi karena anak laki-laki tidak mau sama sekali menjadi petugas upacara padahal anak laki-laki IX H hanya tujuh anak dan kita membutuhkan tiga anak laki-laki untuk menjadi pimpinan regu dan tugas itu merupakan tugas yang mudah. Tapi entah apa sebabnya Adi Wahyu Darmawan, Eldyto Puspa Laksana, dan Rizal Hangabi mau menjadi pimpinan regu. Tiga anak sudah mau menjadi petugas upacara, masih tersisa empat anak lagi.

Beberapa menit kemudian tanpa ada hujan dan tak ada angin Guntur Kumar Mubaroq menawarkan dirinya menjadi pembaca undang-undang dan dia tidak mau menjadi petugas lainnya selain itu, semua temannya sangat terkejut dengan keputusan yang dia ambil karena menjadi petugas pembaca undang-undang bukan hal yang mudah, harus bisa membaca undang- undang dengan jeda, intonasi, dan beberapa syarat lainnya dengan tepat. Dua anak laki-laki yang tersisa menjadi paduan suara yaitu Aditya Deka Yoga Pratama dan Erik Various Eggelio. Untuk anak perempuannya sendiri seorang Hera Yulinanda Pratiwi sudah sanggup menjadi pemimpin upacara, Apriliana Tezha Eka Faradina, Ika Ervina, Virda Claudia yang memiliki tinggi sejajar mau menjadi pengibar bendera, Indriana liliasari bersedia menjadi penjemput pembina upacara, Hikmatul Ayu Nisa sang ketua kelas menjadi derigen paduan suara. Nur fitria menjadi pembaca susunan acara dengan cara membacanya yang sangat baik, Nining faizah seorang anak pondok yang faseh dalam mengaji pembaca do’a dan saya sendiri yang tidak mempunyai pengalaman menjadi petugas upacara ditunjuk menjadi ajudan. Anak perempuan lainnya yang tidak mendapat tugas menjadi paduan suara dengan dua anak laki-laki yang tersisa.

Selanjutnya kita membicarakan tentang kostum yang akan digunakan, sebenarnya kita anak kelas IX tidak dituntut untuk menggunakan kostum putih-ptih dalam menjadi petugas upacara melainkan bisa menggunakan almamater sekolah tetapi ada beberapa anak yang tidak setuju apabila menggunakan almamater sekolah karena ada almamaternya yang sudah terlalu kecil, akhirnya kita semua memutuskan untuk menggunakan seragam putih-putih meskipun harus mencari panjaman ke kakak kelas yang sekolah di SMA 1 GENTENG.
Jam sudah menunjukkan pukul 13.00 itu berarti kita semua sudah harus berkumpul dihalaman sekolah untuk berlatih menjadi petugas upacara esok pagi. Kita semua menempati posisi masing-masing, kita berlatih sesuai dengan tugas kita, di sela-sela kita berlatih entah siapa yang mulai, kita berfoto-foto ria dengan penuh kebersamaan.

Sebelumnya kita tidak pernah seakrab dan sekompak seperti itu. Selesai berlatihpun kita malah foto bersama, rasanaya seneng bangetz bisa seperti itu. Tapi sayangnya kenapa kekompakan itu mulai muncul ketika kita
sudah kelas IX dan sudah hampir lulus. Kalou kayak gini rasanya aku nggak mau pisah sama temen-temen sekelasku. Tapi aku ingin tetap bisa sekelas di SMA nanti, semoga itu terjadi karena kemungkinannya sangat kecil.